
NEWBIZ.ID, JEMBER – Politeknik Negeri Jember (Polije) sebagai perguruan tinggi negeri vokasional terus berupaya membuat karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Itu pula yang dilakukan oleh dosen Polije, Rizza Wijaya, S.Tp., M.Sc, Dr. Ir. Budi Hariono, M.Si dan Syamsiar Kautsar, S.ST., MT.
Mereka melakukan pengabdian masyarakat dengan mengotimalkan TEFA fish canning dengan luasan area 14×30 m2 Polije. TEFA fish canning saat ini lebih berfokus pada produksi ikan lemuru balado dalam kemasan kaleng dan memiliki kapasitas 7 kuintal untuk sekali produksi. Sebelum produk beku digunakan atau diolah lebih lanjut perlu dilakukan pencairan (thawing) dengan menggunakan metode yang tepat.
Selama proses thawing, terdapat kemungkinan air akan diserap kembali oleh jaringan dan sel tergantung pada ukuran kristal es dan lokalisasi pada mikrostruktur jaringan, kecepatan thawing, dan water-holding capacity (WHC) dalam otot sebelum pembekuan. Selama proses pencairan, produk akan kehilangan sebagian beratnya dalam bentuk drip (cairan yang keluar dari tubuh ikan setelah proses thawing) dan terjadi perubahan komponen kimia.
Proses thawing yang dilakukan di TEFA menggunakan beberapa metode pencairan, yang pada prinsipnya menggunakan udara dan air, dengan standar suhu maksimal dari media pencairan berkisar antara 12oC hingga 25oC.
Rizza Wijaya S.Tp., M.Sc sebagai ketua tim pengusul pengabdian masyarakat Polije menjelaskan, secara umum salah satu permasalahan yang dihadapi mitra ialah proses thawing bahan baku ikan beku masih dilakukan secara konvensional dengan teknik perendaman dan dialiri air pada suhu kamar. “Permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan metode tersebut ialah waktu proses yang lama, penurunan bobot yang tinggi, peningkatan jumlah bakteri pembusuk, terjadi proses pembusukan secara kimia, suhu terlalu panas dan biaya tinggi,” kata Rizza Wijaya.
Padahal, menurut dia, idealnya selama proses thawing diharapkan mampu mempertahankan kualitas ikan beku dengan proses cepat dalam suhu rendah. Karena waktu thawing yang lebih lama dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba yang lebih cepat pada produk, mengurangi kelarutan protein dan peningkatan konsumsi energi.
“Thawing cepat pada suhu rendah dengan menggunakan metode non-thermal akan membantu mencegah penurunan kualitas bahan pangan beku selama produksi. Salah satu teknologi baru yang digunakan untuk thawing makanan beku ialah menggunakan metode High Pulsed Electric Field (HPEF),” ujarnya.
Aplikasi teknologi HPEF digunakan untuk menghindari pangan dari mikroorganisme, sehingga mempunyai umur simpan yang lebih panjang serta aman dikonsumsi masyarakat. HPEF adalah pengawetan makanan yang melibatkan penerapan pulsa tegangan tinggi (20-80 KV/cm) ke makanan yang ditempatkan di antara dua elektroda menggunakan pulsa tegangan arus searah (DC) untuk periode waktu mulai dari mikrodetik hingga milidetik.
“Tegangan tinggi atau medan listrik dapat meningkatkan molekul ionik pada udara dan mempercepat pergerakan ion tersebut. Perubahan transfer massa ion pada udara berkaitan dengan munculnya lecutan corona pada medan listrik,” imbuh Dr. Ir. Budi Hariono, M.Si. Lecutan ini akan memaksa ion-ion diudara melewati dan merubah struktur materi yang dilewati (kristal es pada bahan ikan) yang mengakibatkan kristal es mencair.
Komponen HPEF terdiri dari generator daya tegangan tinggi yang dapat diatur hingga 200 kV oleh pengontrol dan arus keluaran maksimum 5 mA, dudukan berbahan kayu, plate electrode ukuran 8 x 12 cm berbahan tembaga, jarum tembaga berdiameter 0,4 mm dan panjang 60 mm. Elektroda ini terhubung ke kutub positif dari power supply.
“Pada pengujian prototipe HPEF menunjukkan bahwa laju peningkatan suhu inti ikan beku lebih cepat 68 % dibandingkan ikan beku yang dithawing pada air mengalir. Ikan beku yang dithawing tersebut juga mengalami susut bobot sebesar 14%, nilai ini lebih rendah dibandingkan metode konvensional dengan nilai susut sebesar 22 %,” pungkasnya. (ron)
